Postingan

Menampilkan postingan dengan label hanya berkata mungkin bermakna

Kecuali Satu Hal

Setidaknya ada suatu saat yang paling aku tunggu Di dalam sibuknya orang-orang dan padatnya kendaraan Hidungmu menari di atas bahuku Saat kuceritakan sialnya nasibku selama ini Untuk beberapa saat dunia ini menjadi sangat kecil Lalu kita mengelilinginya dalam semalam Kegelisahanku mengalir di antara wangi rambutmu Dan semuanya melebur kecuali satu hal Lalu kita menertawakan sialnya nasib kita Sebelum kemudian air mata mengalir di dadaku Sebelum kemudian kau tampar pipimu sendiri Sebelum kemudian aku pergi Dan kita tidak bertemu kembali

Mesin Waktu

"Thanks ya, Bar..." u cap Nadya seraya memberi senyuman manis ketika membuka pintu mobil. Sepertinya ia berharap lebih. "It was a good time with you..." Nadya  menatap Bara sekali lagi sebelum menutup pintu, disusul senyuman manis yang sama dan lambaian tangan. "Sama-sama, Nad... See you" c uma itu kalimat yang keluar dari mulut Bara pada adegan penutupan kencan pertamanya bersama Nadya, adik angkatannya Rudy waktu kuliah dulu di Bandung. Rudy mengenalkan Nadya pada Bara 4 hari sebelumnya. Jadi, ini adalah kali kedua (dan mungkin terakhir) Nadya bertemu Bara. Malam itu hujan turun tidak lama setelah Bara mengantar pulang Nadya. Sambil menyetir mobilnya, ia menatap ke arah pintu kiri, lalu pikirannya berkelana. Entah sudah berapa kali pintu kiri mobilnya itu terbuka dan tertutup. Entah sudah berapa wanita yang duduk di kursi penumpang itu. Semuanya selalu berakhir seperti adegan Nadya barusan. "Gimana Nadya, bro? Sukses?"  Ru...

Natasa

N : "Kamu sayang gak sama aku?" A : "Harus aku jawab nih?" N : "Waktu kamu 5 detik. Satu... Dua... Tiga..." A : "Iya iya iya sayaaaang... Aku sayaaaaaaaang banget sama kamu. Kenapa sih kamu? Lagi banyak kerjaan ya di kantor?" N : "Enggak. Aku lagi random aja." A : "Laper ya? tuh makan aja roti aku" N : "Sayang, kalau nanti kita gak menikah gimana ya?" A : "Hmmm, that's the million dollar question." N : "Kita tuh, kayak sama-sama tau ini akan berakhir kayak gimana, tapi kita kayak bodo amat gitu gak sih?" A : "Kata siapa aku tau?" N : "Aku..." A : "Sayang... dengerin aku ya. Kamu tau gak sih betapa susahnya aku dapetin kamu? Betapa lamanya aku berdoa sama Allah supaya dipertemukan sama orang kayak kamu? Betapa seringnya nama kamu aku selipkan di setiap doa-doa sehabis solatku, di setiap sujud-sujudku? Terus kamu kira aku bakal bodo ama...

Sarjana Barcelona

Gambar
Penat dan letih lalu kecemasan Dicemburui lelap atau vakansi singkat Kantung mata sementara Sepi ini juga Tak apa untung ada mereka dan juga bunga-bunga Semua hal adalah sementara Kemudian hari ini Semua perasaan saling berbagi berpelukan juga bergandengan Oh ini rasanya Akhirnya selesai juga Biar kurayakan bersama papa mama jalan - jalan ke Barcelona

Gerimis Romantis dan Alasan-alasannya

Bogor di Februari memang begini. Hujan akan datang setiap hari. Ketika dia datang, dia akan menggebu-gebu. Angin diajaknya menari. Petir juga berteriak lantang. Tiang listrik dan pohon besar mabuk kepayang. Sejam dua jam, mulai sedikit reda. Ini favorit saya. Gerimis romantis, orang orang berkata. Dan ini biasanya akan berlangsung lama. Ketika gerimis begini, memandang keluar jendela seperti melihat sepenggal film drama. Semua hal rasanya menjadi dramatis dan puitis. Sepasang kekasih sepayung berdua menunggu angkot, tukang parkir berjas ujan warna warni, lalu ada seekor ayam yg di bakar asli sukabumi, asapnya kemana-mana, bikin lapar. Gerimis begini juga kadang bikin saya betah berlama-lama termenung. Mengingat masa masa indah yang telah lalu. Bersama teman-teman, atau orang-orang tersayang. Tapi entah kali ini. Rasanya ada yg beda pada gerimis kali ini. Ada rasa cemas di dalamnya. Ada rasa takut akan kehilangan sesuatu yg belum pernah dimiliki. Entahlah... saya hanya mau mencurah...

Kamu Seperti...

Kamu seperti negeri-negeri yang ingin kujelajahi. Seperti aurora di bumi utara. Seperti gurun di Afrika. Seperti laut yang menjadi danau...atau sebaliknya. Padahal bintang-bintang di langit Flores merindukanku. Senja di Belitong dan batu-batunya yang besar berpantun ria ingin memelukku. Bahkan orang-orang Mentawai generasi terakhir berteriak menyebut namaku. Kamu seperti setiap tembakau yang tiada henti kuhisap. Tembakau khas Indonesia, yang digiling halus bersama cengkeh-cengkeh pilihan, di tanah-tanah yang tinggi. Padahal paru-paruku berontak. Anak istriku berteriak. Mereka berhak atas nafas-nafasku itu. Kamu seperti musik yang ingin kumainkan. Seperti lagu yang ingin kulantunkan. Seperti film yang ingin ku-sutradarai. Seperti buku yang ingin kutulis...dan waktu-waktu yang diperlukan bersamanya. Padahal aku seorang insyinyur medioker, yang takluk pada standar, yang probabilitasnya agak tinggi untuk dapat menyuap nasi, atau apapun yang dibutuhkan perut ini. Kamu s...

Kubus Laknat

Gambar
Kubus ini terbuat dari persamaan kuantum tentang waktu dan kecepatannya. Kadang waktu bergerak cepat, lebih sering bergerak lambat. Bagaimana kita menikmatinya. Pagi, siang dan malam rupanya tak ada beda bagi mereka Mereka yang menganggap dirinya gerombolan singa, padahal hanyalah sekumpulan 'munyuk' belaka. Mereka terkapar pulas dalam naungan kipas angin yang bergerak ke kanan dan ke kiri Sementara di luar, orang-orang sedang sibuk berdiskusi tentang teh yang akan diseduh tentang mangga yang mulai sering jatuh atau tentang rindu yang masih utuh Di kubus laknat, satu juta komentar terbuat mulai dari hitamnya Ahmad, sampai tentang bidadari yang lewat. Di kubus laknat, orang-orang tak bisa pergi tertarik gravitasi, atau sekedar mencari penawar sepi. Laskar Merah pun mulai berdatangan. Siap berperang, melawan dedaunan yang jatuh dan ranting-ranting yang telah rapuh. "mereka hanya pantas di neraka!" teriak Laskar Merah sambi...

Purnama di Bulan Ketiga

Di bawah purnama di bulan ketiga Aku bungkam Aku mati Aku menyerah dalam pasrah Aku berduka tatkala mereka meraya bahagia Di bawah purnama di bulan ketiga Aku hancur seketika Kupungut diriku yang berserakan tanpa rima Kukemasi perasaanku Lalu menghilang... Yang tertanam, biarlah tetap tertanam tanpa harus ada yg menuai Perasaan ini biar kupelihara sendiri sampai nanti, bulan dan musim berganti... Bogor, 16 Maret 2014

Untuk Kamu Baca Nanti

Di antara sepi dan kesendirian ini aku masih mengagumimu Di dalam luka yang orang-orang tidak pahami, pun dirimu aku masih menyukaimu Bahkan di atas semua kejelasan ini aku masih mengharapkanmu Aku mabuk dalam teori sibuk menyutradarai mimpi tenggelam dalam ketakutanku sendiri Sementara kamu tetap disitu, membisu tak tahu Perasaan ini sudah hidup dan mati, segar dan basi selama ribuan tahun Perasaan yang terlanjur... lebih pantas dibuang, daripada disampaikan atau mungkin, lebih baik kujadikan tulisan Maka, andai kamu membaca ini ketahuilah bahwa aku mengagumimu Aku menyukaimu dan aku mengharapkanmu jadi kekasihku Serta alasan-alasan yang demikian sehingga kamu tidak mengetahui sampai akhirnya aku menulis ini, dan kamu membacanya nanti Yogyakarta, 12 Januari 2014

Di Dalam Kereta Menuju Surakarta

Di dalam kereta menuju Surakarta  Lelah dan kantuk menyesaki gerbongnya  Debu dan keringat mengendap di antaranya  Di dalam kereta menuju Surakarta  Beberapa tak kuasa untuk tetap terjaga  Mereka terlarut dalam mimpi  Merindu apa yang menunggu di rumah nanti  Nikmatilah!  Kiranya 30 menit sudahlah cukup  Untuk melupakan hutang piutang  Untuk melupakan cicilan  Untuk melupakan sekarang, besok dan semuanya...  Biar bagaimanapun, hari ini adalah hari ini  dan hari ini akan segera berakhir  Entah pada air panas dari pancuran  atau pada hidangan makan malam  Entah pada pelukan  atau pada ciuman...  Bersyukurlah kalian masih punya mereka  mereka yang menanti setia  mereka yang menanti mesra, penuh cinta...  Setibanya nanti di Surakarta Antara Yogyakarta dan Surakarta, 15 Januari 2014

Untuk Amanda (baca: Srikandi)

Ini adalah isyarat Aku harap, aku tidak salah memahaminya Semalam kulihat di televisi gadis manis yang mahir baca puisi Sekarang, aku akan meramal Dia akan membaca tulisanku lantas mulai menyapaku pergi pulang membawa rindu... Aku bukanlah sesiapa Bukan si Esa, apalagi Arjuna Manusia boleh usaha, Kau dan Tuhan yang berikan lanjutannya...

Meracau

Izinkan diriku sedikit meracau. Sejenak... Hanya sejenak... Ini tidak ada hubungannya dengan umur ataupun kedewasaan. Mengerti? Baiklah, aku mulai... Rasa-rasanya ini adalah titik terendahku dalam 5 tahun terakhir, atau mungkin dalam 10 tahun terakhir. Boleh dikatakan kalau aku dibesarkan oleh rasa sabar. Bagiku, menunggu seperti bernafas. Sudah biasa. Namun, akhir-akhir ini agaknya aku sesak nafas dan hampir lewat. Rasanya semua yang sudah aku bangun di atas bantal akan runtuh seketika. Mimpi dan khayalan itu, mereka semakin menggila dan semakin menjadi. Namun, dalam waktu yang bersamaan, juga semakin menyakitkan. Padahal aku sedang di ujung tanduk studiku. Di ujung jembatan mimpiku. Dalam kondisi kritis ini, salah langkah sedikit bisa jatuh berguling-guling. Aku tidak mau! Tekanan dan kekhawatiran menerjang dari berbagai penjuru. Aku tidak bisa bergerak, terperangkap hipotesa dan spekulasiku sendiri. Semuanya bagaikan rayap yang menggerogoti kusen jendela rumah. Saat i...

Dust In The Wind

Gambar
Tuhan memiliki cara tersendiri untuk memberikan petunjuk agar kita sadar akan keberadaan-Nya. Tugas kita sebagai manusia adalah membaca petunjuk-petunjuk tersebut. Bagi mereka yang mengerti, mereka akan menemukan-Nya di manapun, dan kapanpun. Aku menemukannya di sini. Di hadapan angkasa dan gunung-gunung yang berukir. Di ujung telunjuk bumi, yang menunjuk ke arah langit. Di tengah samudera, yang tak terhingga. Betapa kecilnya kita di antara semua ini. Bagaikan debu di antara angin. Pendakian gunung seharusnya merendahkan hati. Bukan sebaliknya.

Aku Mencintaimu, Tapi Kamu Berlalu

Habis sudah waktuku Habis sudah kata-kataku Habis sudah nyaliku Habis sudah pengharapanku Dan kamu sedikitpun tidak mau tahu tentang itu, kamu berlalu... berlalu melenggang syahdu... berlalu menutup pintu... Sial! Tak bisakah kamu permisi dulu?

Aku Mencintaimu, Tapi Malu

Sesederhana seragam SMA-mu yang biasa, tiba-tiba aku jatuh cinta. Semanis senyummu yang entah untuk siapa, lambat laun Aku semakin gila Namun, hanya sampai di lantai 3 gedung sekolah, jarak terdekat yang Aku bisa. Berkenalan dalam diam bergandeng tangan dalam impian. Tujuh ratus sembilan puluh ribu kata cinta dalam tujuh puluh bahasa sudah kurangkai. Namun semuanya mengendap dan menjadi bangkai. Tertahan dan membusuk, mati dan terurai, menahun, sampai hari ini. Cuma mau bilang, Aku jatuh cinta padamu , tapi aku malu...

Tuhan Maha Tahu

Seperti bintang yang bertaburan di penjuru langit. Seperti bulan dan matahari yang tak pernah bertemu. Hanya sinarnya yang menyilaukan dan auranya yang menginspirasi. Namun tidak seruas jari pun kulit ini bisa betemu dengan kulitnya... Bersyukur Tuhan menciptakan bola mata sebagai perantara untuk menikmati, dan kelopaknya sebagai pengingat yang responsif, bahwa bersabar dan berusaha itu penting! Lebih penting daripada berkhayal sebelum tidur!! Setiap bidadari memiliki keindahannya sendiri - sendiri. Dari ujung rambut, dahi, bibir, jari hingga ujung kuku kaki. Dari kecerdasan, gerak-gerik, tutur ucap, sampai ujung hatinya. Setiapnya memiliki kombinasi yang indah, meskipun relatif. Kombinasi mana yang cocok untuk pribadimu? Tuhan Maha Tahu...

Kutilang Rinjani

Aku ragu mulai darimana... Hidungnya 45 derajat seakurat penggaris siku-siku Bibir bawahnya lembut melengkung anggun tiada tara Sebaris gigi seri sempurna mengintip malu-malu kucing Dagunya bertumpu indah di telapak tangan Pupilnya bergerak sopan senada dengan pakaiannya Mahkotanya menari indah, bagaimanapun arah putaran bumi Lehernya seputih susu, setinggi menara Pisa Singkatnya... Sherina Munaf edisi ramping! *Syair ini ter- ceplos begitu saja saat melihat bidadari yang membuat lupa diri...   http://www.f(uck)book.com/photo.php?fbid=1947951583046&set=a.1621794829331.80402.1370256557&type=1&theater  

Menyadari Keadilan

Seorang pemuda terpojok, jantungnya terpompa sampai ke lantai sembilan gedung sekolah. Matanya berkedip sembilan ratus kali dan masih tidak percaya. Kabar kurang manis datang dari tanah asalnya. Untungnya bukan undangan kawinan yang berisi gambar kurang sopan lengkap dengan cemo'ohan orang beradab. Kain merah muda menciut mencumbu lembut bagian putihnya. Lebih dekat dari ukuran jari kelingking bayi yang baru lahir. Lebih ramping agak sepundak melempar senyum seperti biasa. Senyuman setajam pisau dapur menyobek tipis lapisan hati. Tidak lebih dari 3 gambar sudah membuatnya hampir mati kehabisan darah. Rembulan pergi dicuri malam. Tinggalah angin dan hujan beserta jangkrik-jangkrik mengetuk dalam hatinya. Sedalam-dalamnya 7 lapisan bumi. Hanya untuk memberi tahu bahwa masih banyak bintang berkilau bak intan kelak akan datang. Hanya jika kelopak mata hatinya mampu terbuka lebih lebar dan kedua kakinya lebih kuat untuk berlari mengejar lukisan-lukisan buatannya sendiri. Sebegitu...

Nona

Untuk nona disana, yang entah sedang apa Andai dapat kudefinisikan makna hakiki dari keindahan, pastilah dirimu yang aku jadikan jawaban. Andai pelangi kehilangan warnanya, pastilah dirimu yang mencurinya. Andai diriku ini merasa bahagia, dadaku menggema, pipiku merona, dan bibirku tak bisa berucap apa-apa, pastilah dirimu penyebabnya. Karena sungguh, nona senja tak pernah indah tanpa pelukanmu, langit tak secerah saat kau di sampingku, dan bumi terlalu luas untuk kuarungi tanpamu. Maka setelah rumus-rumus ini, angka-angka ini Setelah "homogenitas"  ini, setelah kantung mata ini Setelah kelas-kelas ini, setelah program-program ini Setelah perjuangan ini, dan tentunya setelah kesendirian ini, Maukah kau berjalan bersamaku? Membasuh keningku yang cukup berkeringat, memijat lembut pundakku yang hampir salah urat mengusap rambutku dan hilangkan segala penat dan mengingatkanku jikalau waktunya shalat Kita lihat dunia dengan mata kepala kita, Kita me...

Memang Seharusnya

"Namun, betapapun beratnya, aku tetap harus pergi. Kukuatkan perasaanku dengan mengingat bahwa Zinar dengan cara apa pun, takkan dapat kusaingi, dan A Ling punya setiap hak dan alasan yang masuk akal untuk memilihnya. Lagi pula republik telah merdeka lebih dari setengah abad. Setiap warga negara bebas menentukan dengan siapa ia mau kawin. Ini adalah cara membujuk diri dengan cara yang sebenarnya sangat memilukan. Namun, hanya itu pilihan yang kupunya untuk menerima keadaanku. Lelaki yang baik akan mendapatkan perempuan yang baik . Perempuan yang baik, akan mendapatkan lelaki yang baik, begitu ajaran pokok dalam agama yang kupeluk. Barangkali, aku tidak cukup baik untuk A Ling." Padang Bulan - Andrea Hirata Mumet, mumet, mumet banget sampai bingung gimana cara melukiskannya. Mungkin memang seharusnya...